MEDIA PEMALANG - Hasil Sidang Isbat telah diumumkan, dan kita tahu awal puasa Muhammadiyah dan pemerintah-NU berbeda. Lalu siapa yang paling benar, puasa ikut pemerintah atau boleh ikut Muhammadiyah?
Atau karena muslim Indonesia terkenal toleran dan moderat, bolehkah mendamaikan keduanya, dengan cara yang sangat Indonesia—ambil jalan tengahnya: puasa ikut pemerintah lebaran ikut Muhammadiyah, bolehkah?
Jelas boleh. Karena pemerintah menggunakan dalil ini: Shumu liru’yatihi wa afthiru liru’yatihi. Mulailah berpuasa jika melihatnya (hilal), dan berbukalah ketika melihatnya (hilal). Atau akhiri bulan Ramadan ketika melihat hilal.
Baca Juga: Doa setelah Sholat Tarawih lengkap Dzikir dan Doa Witir; Baca di Masjid dan di Rumah
Nah, hasil Sidang Isbat 1 April menetapkan bahwa hilal belum terlihat. Pemerintah dan NU akhirnya menggenapkan bulan Syaban menjadi 30 hari.
Sementara Muhammadiyah, karena mengikuti sistem penanggalan Kamariyah yang telah ditetapkan pada 2016 di Turki, jauh-jauh hari menetapkan bulan Syaban 29 hari.
Perlu tahu, hasil Sidang Isbat yang diumumkan pemerintah hanya sampai pada jumlah hari bulan Syaban, yaitu 30. Bukan jumlah hari bulan Ramadan, ya.
Baca Juga: 18 Kekeliruan tentang Hal-Hal yang Membatalkan Puasa, Fatwa Darul Ifta Mesir
Lalu Ramadan tahun 2022 berapa hari?