Ekonomi, Budaya, atau Trauma Masa Lalu? Membongkar Alasan di Balik Krisis Cinta Jepang

- 4 Maret 2024, 18:00 WIB
Ilustrasi Jepang. Warga Jepang masih percaya kepada mitos-mitos.
Ilustrasi Jepang. Warga Jepang masih percaya kepada mitos-mitos. /Sasint

MEDIAPEMALANG.COM - Angka kelahiran di Jepang mengalami penurunan yang signifikan, memicu kekhawatiran akan eksistensi negara tersebut di masa depan.

Salah satu faktor utama yang menjadi penyebabnya adalah keengganan anak muda untuk menikah. Bahkan, angka mereka yang masih lajang semakin meningkat.

Krisis populasi di Jepang semakin meruncing. Angka kelahiran bayi di negara tersebut pada tahun 2023 mengalami penurunan drastis, menandai penurunan selama delapan tahun berturut-turut. Hal ini menghadirkan ancaman serius bagi keberlangsungan negara tersebut.

Selain menurunnya angka kelahiran, jumlah pernikahan juga mengalami penurunan sebesar 5,9%, dengan hanya 489.281 pasangan yang menikah, mencapai angka di bawah 500 ribu untuk pertama kalinya dalam 90 tahun terakhir. Penurunan jumlah pernikahan ini menjadi penyebab utama dari rendahnya angka kelahiran bayi.

Survei menunjukkan bahwa banyak anak muda Jepang enggan untuk menikah atau membentuk keluarga karena berbagai alasan, termasuk sulitnya mencari pekerjaan yang stabil, biaya hidup yang tinggi, dan lingkungan kerja yang tidak mendukung.

Menurut survei yang dilakukan oleh Japanese National Institute of Population and Social Security Research, pada tahun 2015, sebanyak 24,6% perempuan dan 25,8% pria berusia antara 18 hingga 39 tahun tidak pernah menikah atau berhubungan intim. Angka ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.

Salah satu faktor yang memengaruhi adalah masalah ekonomi. Laki-laki dengan pendapatan rendah memiliki kemungkinan lebih besar untuk tetap lajang dibandingkan dengan mereka yang memiliki pendapatan tinggi.

Meskipun fenomena ini menjadi perbincangan di Jepang, seharusnya tidak dijadikan stigma negatif. Para ahli menegaskan bahwa kekurangan aktivitas seksual tidak seharusnya diejek atau dianggap sebagai hal yang aneh.

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami lebih dalam tentang alasan di balik penurunan aktivitas seksual dan bagaimana hal ini dapat memengaruhi dinamika pernikahan dan nilai-nilai masyarakat.***

Editor: Dwi Andri Yatmo


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x