Benarkah Ganja Medis Aman untuk Pengobatan? Simak Penjelasan Dokter Spesialis Penyakit Dalam di Sini!

30 Juni 2022, 17:00 WIB
Prof Zubairi menjelaskana bahwa pada kenyataannya, telah ada beberapa negara yang melegalkan ganja medis ini, Simak selengkapnya di sini. /Foto: Pixabay/7raysmarketing/

MEDIA PEMALANG - Terkait issue legalisasi ganja medis yang mengemuka akhir-akhir ini, Prof. Dr.dr. Zubairi Djoerban, Sp. PD KHOM, seorang dokter spesialis penyakit dalam yang berpraktik di RS Kramat 128 Jakarta, memberikan ulasannya melalui akun Twitter pribadinya yang tayang 29 Juni lalu.

Sebagaimana telah diberitakan oleh beberapa media, issue mengenai legalisasi ganja medis ini mengemuka setelah seorang ibu, Santi Warastuti yang memiliki putra berkebutuhan khusus -Cerebral Palsy- membentangakn poster “Tolong anakku butuh ganja medis”.

Bahkan issue tersebut mengalir deras dan telah sampai ke telingan DPR, Wakil Presiden hingga MUI. Wakil Presiden, Ma’ruf Amin bahkan telah meminta MUI untuk menerbitkan fatwa tentang ganja medis ini.

Dalam uraiannya, Prof Zubairi menjelaskana bahwa pada kenyataannya, telah ada beberapa negara yang melegalkan ganja medis ini, juga untuk kepentingan non-medis. Namun demikian, tidak berarti ganja sepenuhnya aman.

Baca Juga: Viral Seorang Wanita Membawa Poster Bertuliskan Meminta Ganja untuk Kebutuhan Medis di Twitter

Jika penggunaannya tidak ketat, bisa terjdi penyalahgunaan yang menyebabkan konsekuseni kesehatan bagi penggunanya.

Lalu sejauh mana ganja bisa digunakan untuk keperluan medis?

Alumni kedokteran UI ini memberi penjelasan bahwa sudah banyak sekali studi tentang ganja. Ada beberapa varietas ganja, ada beberapa yang bisa menjadi obat, namun banyak juga yang belum diketahui tentang tanaman ini dan bagaimana ia berinteraksi dengan obat lain serta tubuh manusia.

Di Amerika Serikat, FDA telah menyetujui satu obat ganja nabati (Epidiolex) yang mengandung cannabidiol murni (CBD) dari tanaman ganja. Obat ini berfungsi untuk mengobati kejang serta kelainan genetik langka.

Baca Juga: Inilah Alasan Ma'ruf Amin akan Legalkan Ganja untuk Medis dengan Fatwa MUI

Masih menurut Prof. Dr. Dr. Zubairi, FDA juga telah menyetujui dua obat sintetis tetrahydrocannabinol (THC). Obat-obtan ini digunakan untuk mengobati mual pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi (antimuntah) dan untuk meningkatkan nafsu makan pada pasien HIV/AIDS.

Pionir di bidang penanganan HIV/AIDS di Indonesia ini, memberikan ulasan lebih lanjut bahwa sampai saat ini belum ada bukti kuat bahwa obat ganja lebih baik termasuk untuk nyeri kanker dan epilepsi.

Namun, demikian ganja medis bisa menjadi pilhan atau alternatif tapi BUKAN yang terbaik. Sebab belum ada juga penyakit, yang obat primernya adalah ganja.

Dokter yang pernah menempuh pendidikan di Institute Cancerologie et d’Immunogenetique Hospital Paul, Brousse (Institute Kanker dan Imunogenetik RS Paul Brousse) Villejuif Perancis ini mewanti-wanti, agar penggunaan ganja medis ini harus diawasi dengan sangat ketat oleh dokter yang meresepkannya, jangan sampai terjadi dosis berlebihan.

Baca Juga: Resmi! Thailand Legalkan Ganja, Menjadi Yang Pertama di Asia, Akankah Indonesia Menyusul?

Dosis yang dibutuhkan untuk tujuan medis biasanya jauh lebih rendah daripada untuk rekreasi. Yang jelas, saat pengobatan, pasien tidak boleh mengemudi. Kemudian THC dan CBD ini tidak boleh dipakai sama sekali pada perempuan hamil dan menyusui.

Lebih lanjut dokter spesialis penyakit dalam yang lebih banyak menangani Kemoterapi, Konsultasi kanker, Mammografi, Skrininig Kanker, USG Mammae dan layanan medis terkait HIV ini, memberi penjelasan bahwa para ilmuwan tak punya cukup bukti untuk menyatakan konsumsi ganja dengan cara tertentu lebih aman dari yang lain. Yang jelas, merokok ganja itu merusak paru dan sistem kardiovaskular.

Mengenai vaping ganja, Prof Zubairi mengemukakan bahwa banyak sekali laporan produk vaping yang mengandung tetrahydrocannabinol (THC) berkaitan dengan cedera paru-paru bahkan kematian

Sedangkan pada penderita Cerebral palsy, Prof Zubairi memberi penjelasan bahwa studi penggunaan THC dan CBD pada penderita Cerebral palsy memang sudah ada, namun tingkat manfaatnya masih rendah. Oleh karena itu dalam kasus ibu Santi Warastuti, Prof. Zubairi mengusulkan ada pembahasan khusus oleh para ahli terkait untuk menolong putra ibu Santi Warastuti.

Baca Juga: Meski Ganja Legal, Hal Berikut ini Tetap Dilarang Keras Dilakukan di Thailand!

Bagi dokter sub spesialis Hematolog dan Onkologi ini, dia harus benar-benar menimbang, apakah ganja lebih aman daripada obat lain yang akan diresepkan. Bagaimana kemunginan interaksi obat, apakah justru memperbanyak kecemasan atau berpotensi menyebabkan gangguan psikotik. Dan masih banyak hal yang menjadi pertimbangannya.

Yang pasti, tegasnya, setiap obat itu memiliki potensi efek samping, beberapa serius, termasuk ganja medis yang harus diminimalkan. Ketepatan dosis ini krusial untuk menjaga kondisi pasien, sehingga mendapatkan efek obat yang dituju.

Demikian penjelasan Prof. Dr.dr. Zubairi Djoerban, Sp. PD KHOM, sehubungan dengan ganja medis.***

Editor: Dwi Andri Yatmo

Tags

Terkini

Terpopuler