أتت بابن لها صغير لم يأكل الطعام، فأجلسه رسول الله صلّى الله عليه وسلم في حِجْره، فبال على ثوبه، فدعا بماء، فنضحه ولم يغسله
“Dia (Ummu Qais) datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan membawa anaknya yang masih kecil dan belum makan makanan. Rasulullah lalu mendudukkan anak kecil itu dalam pangkuannya sehingga ia kencing dan mengenai pakaian beliau. Beliau kemudian minta diambilkan air lalu memercikkannya dan tidak mencucinya.” (HR. Bukhari nomor 216)
Ibnu Qatadah menambahkan, hukum ini hanya berlaku bagi air kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan selain ASI ibunya.
Jika sudah dibantu susu formula maupun makanan tambahan maka semua air kencing bayi baik laki-laki maupun perempuan termasuk najis mutawasitah yang harus dicuci dengan air yang mengalir.
Syaikh Wahbah Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu (Juz 1, halaman 311-312) lebih memilih pendapat Imam Syafi’i bahwa air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum makan apa-apa kecuali asi termasuk najis mukhaffafah.
Beliau mengatakan bahwa secara dalil, hadits yang berrsifat khusus lebih baik ketimbang hadits yang bersifat umum.
Syaikh Wahbah Zuhaili menjelaskan kriteria air kencing bayi laki-laki yang termasuk najis mukhaffafah menurut Mazhab Syafi’i:
1. Belum berumur 2 tahun
2. Belum mengonsumsi makanan dan minuman apa pun selain air susu ibunya