MEDIA PEMALANG- Dalam melakukan penyebaran agama Islam di Indonesia, banyak cara yang dilakukan, salah satunya adalah perkawinan. Proses islamisasi yang dilakukan melalui perkawinan dengan putri Tumenggung Wilatika, yaitu Nyai Gede Manila adalah Sunan Ampel.
Demikianlah kisah yang diceritakan kembali oleh Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo sebagai Fakta Sejarah (Bandung: IIMan, 2012, halaman 163)
Sunan Ampel yang kelak melahirkan Sunan Bonang dan Sunan Drajat, sejatinya bukan berasal dari Nusantara. Beliau masih keturunan langsung dari baginda Nabi Muhammad SAW yang sejak ayahnya, Ibrahim Al-Samarqandi, telah pindah ke kerajaan Champa.
Dalam kitab Ahla al-Musamarah fi Hikayat al-Auliya’ al-‘Asyrah, Sunan Ampel memiliki nama Ali Rahmatullah atau Rahmat, yang kemudian lebih dikenal sejak kepindahannya ke Nusantara sebagai Raden Rahmat.
Sebagai penghulu para Wali Songo, salah satu strategi dakwah yang melekat dan hampir sampai sekarang digunakan adalah pernikahan. Itulah salah satu warisan dari Sunan Ampel.
Dikisahkan, setelah beliau berumur sekitar 20 tahun, beliau bersama saudara tuanya yang bernama Ali Musada (Ali Murtadho) dan saudara sepupunya yang bernama Raden Burereh (Abu Hurairah) berangkat ke Jawa bersama ayahnya.
Ia menetap di Tuban. Setelah tinggal di Tuban beberapa lama, ia berangkat ke Majapahit menemui bibinya, Dewi Sasmitraputri.
Setelah beberapa lama menetap di Majapahit, ia ingin kembali ke Champa. Namun tidak diperbolehkan oleh Prabu Brawijaya, sebab di Champa terjadi peperangan dan Champa juga hancur karena diperangi oleh Raja Koci asal Vietnam.