Gus Iqdam membuka pintu majelisnya untuk orang-orang dari berbagai latar belakang, termasuk mereka yang berideologi jalanan, marginal, dan terlibat dalam kegiatan kriminal. Dengan dakwah yang lembut, sopan, dan lucu, ia berusaha membawa mereka untuk belajar agama bersama-sama.
Ia menggunakan perumpamaan bahwa belajar agama seperti bensin bagi mobil atau sepeda motor yang membutuhkannya untuk bergerak. Bagaimana mungkin mobil bisa berjalan jika tidak ada bensin, sama seperti tubuh tidak bisa bergerak dengan baik tanpa pengajaran agama? Ia menjelaskan bahwa belajar agama tidak hanya memperbaiki jiwa, tetapi juga memelihara pikiran dan roh.
Gus Iqdam juga memiliki visi untuk membangun keberagaman dan menyatukan orang-orang dengan pesan damai dan pengertian, sehingga pesannya menyebar dan diterima oleh berbagai kalangan masyarakat.***