MEDIA PEMALANG - Beberapa waktu lalu mantan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe ditembak saat melakukan pidato.
Pelaku penembakan, Tetsuya Yamagami langsung diringkus ditembak.
Namun, nyawa Shinzo Abe tidak tertolong meski sudah mendapatkan bantuan medis di rumah sakit.
Lantas, siapa Tetsuya Yamagami? Benarkah seorang mantan marinir?
Baca Juga: Shinzo Abe Ditembak, KBRI Jepang Sampaikan Keprihatinan atas Insiden Tersebut
Berikut ini adalah penjelasan siapa sosok Tetsuya Yamagami yang tim MediaPemalang.com kutip dari utas akun Twitter @sisthaaaaa pada tanggal 9 Juli 2022.
Tersangka pelaku penembakan Shinzo Abe, Tetsuya Yamagami, itu bukan mantan marinir atau anggota satuan bersenjata AL.
Dia pernah bekerja di Maritime SDF sebagai fixed-term officer selama kurang lebih 3 tahun.
Selama 3 tahun itu dia memang dapat pelatihan untuk handling senjata, termasuk cara assembling senpi semacam rifle dan sebagainya.
Baca Juga: Tantang Barat Taklukkan Rusia, Putin: Silakan Mencoba
Setelah tempat tinggalnya digeledah, ternyata dia punya beberapa senjata rakitan sendiri.
Termasuk senjata api dengan ukuran yang mirip dengan yang digunakan untuk menembak Shinzo Abe (yang panjangnya sekitar 40cm).
Lantas, apa motif penembakan tersebut?
Kemarin setelah kejadian, banyak yang menduga motifnya adalah ketidakpuasan terhadap masa pemerintahan Abe.
Baca Juga: Kazuki Takahashi, Komikus Yu-Gi-Oh Ditemukan Meninggal di Laut, Warganet: RIP Legend!
Namun, setelah diinterogasi, tersangka bilang bahwa keluarganya berantakan karena ikut salah 1 organisasi sekte keagamaan.
Dia pikir LDP (Liberal Democratic Party, partainya Abe) itu punya hubungan dengan organisasi sekte tersebut.
Awalnya dia mengincar pimpinan organisasi sekte tersebut, tapi karena yang bersangkutan tidak terlihat di lokasi pidato Abe.
Sasaran beralih ke Abe sebagai orang LDP yang dia pikir punya hubungan dengan organisasi tadi.
Baca Juga: Setelah Beberapa Menterinya Mengundurkan Diri, Kini Giliran Boris Johnson
Polisi menduga selain motif di atas, ada kemungkinan tindakan tersangka ini efek dari “lonely life” yang dia jalani.
Tersangka tinggal di 1R (one room) flat seluas 8 tatami (sekitar 14m²).
Setelah kontrak dengan Maritime SDF habis, dia beberapa kali pindah kerja sebagai dispatch worker (semacam outsource).
Dan terakhir sebelum kejadian dia bekerja sebagai driver forklift sebelum akhirnya berhenti di bulan Mei.
Menurut rekan-rekan kerjanya, dia selalu makan siang sendiri, tidak kelihatan punya teman.
Di usianya yang sudah 41 tahun, dia juga tidak ada riwayat menikah.***