Benarkah Ganja Medis Aman untuk Pengobatan? Simak Penjelasan Dokter Spesialis Penyakit Dalam di Sini!

- 30 Juni 2022, 17:00 WIB
Prof Zubairi menjelaskana bahwa pada kenyataannya, telah ada beberapa negara yang melegalkan ganja medis ini, Simak selengkapnya di sini.
Prof Zubairi menjelaskana bahwa pada kenyataannya, telah ada beberapa negara yang melegalkan ganja medis ini, Simak selengkapnya di sini. /Foto: Pixabay/7raysmarketing/

Baca Juga: Inilah Alasan Ma'ruf Amin akan Legalkan Ganja untuk Medis dengan Fatwa MUI

Masih menurut Prof. Dr. Dr. Zubairi, FDA juga telah menyetujui dua obat sintetis tetrahydrocannabinol (THC). Obat-obtan ini digunakan untuk mengobati mual pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi (antimuntah) dan untuk meningkatkan nafsu makan pada pasien HIV/AIDS.

Pionir di bidang penanganan HIV/AIDS di Indonesia ini, memberikan ulasan lebih lanjut bahwa sampai saat ini belum ada bukti kuat bahwa obat ganja lebih baik termasuk untuk nyeri kanker dan epilepsi.

Namun, demikian ganja medis bisa menjadi pilhan atau alternatif tapi BUKAN yang terbaik. Sebab belum ada juga penyakit, yang obat primernya adalah ganja.

Dokter yang pernah menempuh pendidikan di Institute Cancerologie et d’Immunogenetique Hospital Paul, Brousse (Institute Kanker dan Imunogenetik RS Paul Brousse) Villejuif Perancis ini mewanti-wanti, agar penggunaan ganja medis ini harus diawasi dengan sangat ketat oleh dokter yang meresepkannya, jangan sampai terjadi dosis berlebihan.

Baca Juga: Resmi! Thailand Legalkan Ganja, Menjadi Yang Pertama di Asia, Akankah Indonesia Menyusul?

Dosis yang dibutuhkan untuk tujuan medis biasanya jauh lebih rendah daripada untuk rekreasi. Yang jelas, saat pengobatan, pasien tidak boleh mengemudi. Kemudian THC dan CBD ini tidak boleh dipakai sama sekali pada perempuan hamil dan menyusui.

Lebih lanjut dokter spesialis penyakit dalam yang lebih banyak menangani Kemoterapi, Konsultasi kanker, Mammografi, Skrininig Kanker, USG Mammae dan layanan medis terkait HIV ini, memberi penjelasan bahwa para ilmuwan tak punya cukup bukti untuk menyatakan konsumsi ganja dengan cara tertentu lebih aman dari yang lain. Yang jelas, merokok ganja itu merusak paru dan sistem kardiovaskular.

Mengenai vaping ganja, Prof Zubairi mengemukakan bahwa banyak sekali laporan produk vaping yang mengandung tetrahydrocannabinol (THC) berkaitan dengan cedera paru-paru bahkan kematian

Sedangkan pada penderita Cerebral palsy, Prof Zubairi memberi penjelasan bahwa studi penggunaan THC dan CBD pada penderita Cerebral palsy memang sudah ada, namun tingkat manfaatnya masih rendah. Oleh karena itu dalam kasus ibu Santi Warastuti, Prof. Zubairi mengusulkan ada pembahasan khusus oleh para ahli terkait untuk menolong putra ibu Santi Warastuti.

Halaman:

Editor: Dwi Andri Yatmo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x