Pria dan Wanita Boleh tidak Menikah Seumur Hidup! Ini Syaratnya dalam Kitab Qurrotul Uyun Terjemah Pasal I (6)

13 Maret 2022, 19:15 WIB
/

MEDIA PEMALANG - Pada terjemah kitab Qurrotul Uyun kali ini, kita dipertemukan dengan hadits tentang hukum pria maupun wanita boleh tidak menikah seumur hidup.

Hukum asal pernikahan dalam Islam adalah sunnah. Namun bisa menjadi wajib atau haram tergantung pada kondisi internal orang yang hendak menjalaninya.

Kondisi internal itu tergantung pada kondisi ekonomi dan kemampuannya untuk menahan hawa nafsu. 

Namun dalam terjemah kitab Qurrotul Uyun pasal pertama, terdapat alasan eksternal yang mengindikasikan seorang pria dan wanita boleh tidak menikah seumur hidup meskipun secara internal mereka diperbolehkan untuk menikah.

Artinya, meskipun telah mapan secara ekonomi dan membutuhkan pasangan untuk memadukan syahwat, tetapi ada kondisi eksternal tertentu yang membolehkan untuk tidak menikah.

Apa sajakah itu? Mari kita simak dalam kitab Qurrotul Uyun.

 Baca Juga: Inilah 7 Tipe Wanita Idaman dalam Kitab Qurrotul Uyun, Terjemah Pasal Pertama (4)

Baca Juga: Jangan Asal Poligami, Islam Memperbolehkan Tapi Anjurkan Beristri Satu, Ini Penjelasannya

Terjemah kitab Qurrotul Uyun

Imam Al-Qurthubi menjelaskan pada bab Nikah dalam syarah-nya atas Shahih Imam Muslim bahwa hadits-hadits yang telah dikemukakan di awal tentang keutamaan pernikahan, itu hanyalah satu dari dua pendapat.

Diutamakan menikah jika wanita mampu membantu lelaki untuk meningkatkan kadar agama dan mempermudah urusan dunianya, tidak banyak menuntut, serta mampu bersikap lemah lembut kepada anak keturunan.

Namun di zaman ini—Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan keburukan perempuan—demi Allah yang tiada tuhan selain Dia, kini boleh tidak menikah seumur hidup dan menghabiskan waktunya dalam kesendirian. Bahkan suatu keharusan untuk menjauhi perempuan. Tiada daya dan upaya selain dari Allah.

Dalil tentang pria boleh tidak menikah seumur hidup terdapat dalam kitab ‘Awarif Al-Ma’arif karya Imam AS-Sahrawardi, pada hadits nomor 502.

Dari Abdullah bin Mas’ud, beliau berkata, Rasulullah bersabda, “Akan datang suatu zaman kepada manusia di mana seseorang yang beragama tidak lagi mampu mempertahankan agamanya, kecuali berpindah dari satu desa ke desa lain, dari satu gunung ke gunung lain, dari satu persembunyian ke persembunyian lain, sebagaimana seekor serigala yang lari dari incaran musuh.”

Para sahabat bertanya, “Kapan masa itu akan tiba, ya Rasulallah?”

Beliau menjawab, “Tatkala penghidupan tidak bisa didapatkan selain dengan jalan maksiat kepada Allah. Ketika zaman itu telah tiba, maka boleh bagi seseorang untuk hidup membujang.”

Para sahabat kembali bertanya, “Bagaimana bisa, ya Rasulallah? Sementara engkau menganjurkan kami untuk menikah.”

Nabi menjawab, “Pada zaman itu, seseorang hancur lewat tangan kedua orang tuanya. Jika tidak, di tangan istri dan anaknya. Seandainya dia tidak memiliki anak dan istri, ia akan hancur di tangan kerabatnya.”

Para sahabat terus bertanya, “Bagaimana bisa hal itu terjadi, ya Rasulallah?”

Nabi menjawab, “Dia terus-terusan dihina karena hidup dalam kemiskinan. Sehingga mereka memaksanya untuk melakukan perkara-perkara yang di luar batas kemampuannya. Pada saat itulah kehidupannya hancur.” (Kanzul Amal, nomor 31008).

Baca Juga: 16 Kewajiban Seorang Istri Menurut Pandangan Islam, Bukan Memasak, Mencuci, dan Bersih-Bersih

Baca Juga: Inilah Amalan Penghapus Dosa yang Tidak Diampuni Meski Shalat, Sedekah, Bahkan Jihad Sekalipun

Di dalam kitab yang sama, terdapat sebuah hadits: “Akan tiba suatu zaman kepada manusia di mana seorang lelaki binasa di tangan istrinya, atau kedua orang tuanya, atau anaknya. Mereka mencerca karena kesempitan hidup, dan memaksanya mengerjakan apa yang tidak mampu dia kerjakan. Pada saat itulah dia akan memasuki tempat-tempat yang mengharuskannya menanggalkan agamanya. Itulah kebinasaan.”

 

Syarat pria dan wanita boleh tidak menikah seumur hidup

Bassam Abdul Wahhab Al-Jabi berkata bahwa kedua hadits ini secara kedudukannya dhaif, lemah. Dan hadits yang dhaif tidak bisa dijadikan dalil atas perkara-perkara yang penting seperti ini, selama tidak ada dalil dari hadits yang shahih (kuat) atau ayat Al-Qur’an yang mendukungnya.

Namun secara makna, hadits ini sejatinya kembali kepada hukum awal pernikahan yang menjadi makruh, bahkan haram, jika karena pernikahan seseorang terjerumus ke dalam keburukan, kesesatan, bahkan mengancam nyawanya.

Hal ini berlaku baik kepada pria maupun wanita. Hukumnya makruh, dan bisa juga haram, jika pernikahan justru menghalanginya untuk beribadah. Maka pada kondisi ini baik pria maupun wanita boleh tidak menikah seumur hidup.

Jika kelima hukum asal pernikahan dikembalikan kepada internal diri pria maupun wanita yang akan menjalaninya, kedua hadits di atas menjelaskan kondisi eksternal di luar diri yang memungkinkan untuk tidak melaksanakan pernikahan.

Faktor eksternal itu adalah ekonomi. Karena tak punya kehidupan ekonomi yang layak, seseorang dipaksa baik oleh pasangannya, anaknya, orang tuanya, juga kerabatnya, untuk lebih giat mencari uang. Karena tak kuasa menahan diri, ia mencarinya lewat jalan yang dilarang agama.

Maka sebaiknya, sebelum memutuskan untuk menikah, betul-betul perhatikan masalah ekonomi. Ini faktor yang sangat penting dalam pernikahan. Kadang kala seseorang rela untuk mengerjakan apa pun, bahkan yang haram, agar bisa bertahan hidup.

 

Tren tidak menikah di kalangan orang-orang karier

Jika faktor eksternal ini tak ada, maka hukum pernikahan kembali kepada anjuran Rasulullah untuk menjalankannya.

Jika ekonomi dan penghasilan mencukupi untuk menafkahi pasangan dan anak, maka lebih baik menikah. Sepertinya tak ada alasan lain yang lebih masuk akal untuk memilih tidak menikah jika ekonomi telah mencukupi.

Maka tren yang berkembang sekarang ini, di mana beberapa kalangan yang hendak fokus pada karier dan pekerjaannya dan mengabaikan pernikahan, tak ada dalil yang bisa digunakan untuk membenarkannya.

Sebab terkadang justru karena lebih fokus pada karier dan pekerjaan, kita semakin jauh dari agama. Terutama dikhawatirkan akan melakukan pemuasan nafsu lewat jalan yang tidak sesuai dengan tuntunan agama.

Baca Juga: Belum Menikah, Ini 4 Nasehat Imam Al-Ghazali Bagi Anda

Baca Juga: Lebih Memilih Sunnah yang Lain, Lima Sahabat Nabi ini Putuskan Tak Berpoligami

Memang dalam kitab Al-Ulama Al-Uzzab, kita disodori banyak nama ulama yang tidak menikah seumur hidup karena fokus pada ibadah dan karier. Yang paling terkenal mungkin Imam Nawawi dan Ibnu Taimiyah yang telah menulis ratusan kitab.

Tetapi perlu diketahui bahwa menjadi tokoh agama maupun pengarang kitab di masa itu tidak selamanya bisa dijadikan jaminan untuk hidup layak secara ekonomi. Hanya para pengarang yang dekat dengan penguasa yang menikmati kecukupan hidup. Selainnya, mereka hidup dalam kemiskinan.

Itulah beberapa penjelasan dari terjemah kitab Qurrotul Uyun tentang pria dan wanita boleh tidak menikah seumur hidup, selama faktor utama itu ada. Namun jika tak ada, lebih baik menikah. Selain untuk meningkatkan ibadah, juga untuk menjalankan sunnah Rasulullah.***

Editor: Gani P.

Tags

Terkini

Terpopuler