Hal ini termasuk sesuatu yang dharuri, yang hanya berlaku pada saat-saat darurat saja. Imam Al-Bajuri mengatakan, karena kewajiban shalat yang tidak boleh ditinggalkan bahkan dalam keadaan segenting apa pun, itulah sebabnya Allah memberikan keringanan dalam keadaan darurat untuk menjamak dan qasar shalat.
Ketika menafsirkan ayat 101 Surat An-Nisa, Ibnu Katsir mengatakan kebolehan untuk menjamak dan qasar shalat bukan hanya bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan, tetapi juga dibolehkan bagi orang-orang berikut:
1. Musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan
Syarat menqasar salat safar ialah perjalanan yang jauhnya diukur dengan perjalanan kaki selama tiga hari tiga malam.
Menurut Imam Syafii, perjalanan dua hari atau 89 km. Menurut perhitungan mazhab Hanafi 3 farsakh (18 km).
Sedangkan menurut pendapat lain, kebolehan mengqasar salat tidak terikat dengan ketentuan jauh jarak, tetapi asal sudah boleh dinamai safar, boleh mengkasar.
2. Orang sakit
Dalam I’anatut Thalibin dijelaskan bahwa tidak semua orang sakit boleh menjamak shalat, seperti pusing atau meriang.
Orang sakit yang dibolehkan menjamak shalat hanyalah penyakit yang menyulitkan seseorang untuk melaksanakan shalat tepat pada waktunya.