Lima Opu Daeng Bersaudara di Tengah Gejolak Kerajaan Semenanjung Malaya

- 21 Maret 2022, 19:35 WIB
/

MEDIA PEMALANG - Masyarakat Bugis-Makassar mewarisi darah sebagai petualang. Mereka memiliki kapal pinisi dengan dua tiang utama dan tujuh buah layar. Kapal yang besar ini menjadi andalan  perniagaan sebelum adanya kapal-kapal besi dan terbukanya jalur udara. Dengan modal yang besar, beserta keberanian yang teguh, masyarakat Bugis-Makassar yang mendiami Sulawesi, telah dikenal dalam sejarah besar Indonesia.

Dalam sejarah Melayu, para pengembara Bugis-Makassar memiliki posisi yang agung. Mereka berniaga, menadi orang kaya dan terpandang, kawin-mawin dengan keluarga kerajaan, bahkan mendirikan kerajaan sendiri. Mulai dari Kerajaan Siak, Linggau, hingga Kerajaan Selangor di Malaysia. Raja Lumu, raja pertama Selangor merupakan keturunan langsung dari Daeng Chelak, salah satu saudara dari Lima Opu Sulawesi yang terkenal. Sampai hari ini takhta dan darah Daeng Chelak masih kuat mengalir dalam tubuh Sultan Sharafuddin Idris Shah Al-Haj Sultan Selangor IX yang berkuasa sejak tahun 2001 hingga saat ini.

Perpindahan besar-besaran masyarakat Bugis-Makassar dari kampungnya di Sulawesi Selatan dimulai pada paruh kedua abad ke-17, utamanya karena perang yang berujung pada labilnya keadaan politik. Kekalahan kerajaan Gowa dari VOC pada 1669 yang berujung penandatanganan Perjanjian Bongaya menutup sebagian besar mata pencaharian masyarakat Bugis di tanah sendiri. Mereka terpaksa mencari suaka baru. Selain itu juga demi menyelamatkan diri dari tindak balas dendam setelah perang.

Baca Juga: Mengenal Sejarah, Demografi, Visi dan Misi Desa Belik Pemalang

Cerita tentang eksodus ini memang lebih sering tragis, namun di balik itu ada cerita sukses yang spektakuler. Di antaranya adalah perihal orang Bugis yang menetap di Semenanjung Malaya dan pulau-pulau di sekitarnya pada abad ke-17 dan ke-18. Mereka tidak hanya berbaur dengan masyarakat setempat; mereka kawin-mawin dengan keluarga istana, bahkan membentuk dinasi di Selangor, Malaysia.

Di antara kisah sukses itu, tersebutlah Opu Tenriborong Daeng ri Lakke beserta kelima anaknya: Opu Daeng Parani, Opu Daeng Marewa, Opu Daeng Manambung, Opu Daeng Cellak, dan Opu Daeng Kamase. Mereka lebih dikenal dengan sebutan Lima Opu Bersaudara.

Dalam Tuhfat al-Nafis karangan Raja Ali Haji, dijelaskan bahwa Opu Daeng Ri Lakke berasal dari kerajaan Luwu. Ia merupakan putra Opu La Maddusila, raja Luwu pertama yang memeluk agama Islam. Opu Lamaddusila sendiri adalah nenek moyang raja-raja Luwu, Soppeng dan Arung Betteng atau Bettempola di Wajo. Ia adalah putra Rangreng Taloktenreng Wajo.

Baca Juga: Jejak Menelusuri Peninggalan Sejarah Kerajaan Pajajaran - Majapahit di Bodeh Pemalang

Salasilah Melayu Bugis karangan Mohd. Yusuf Md Nur menceritakan bahwa suatu ketika Daeng Manambung bermimpi kemaluan Daeng Chelak menjulur ke laut menjadi naga, sementara kepala naga itu menghadap ke sebelah barat. Mendapatkan cerita dari anaknya, Opu ri Lakke menganggap mimpi itu merupakan suatu pertanda akan nasib baik baginya dan anak-anaknya.

Halaman:

Editor: Muhammad Aswar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah